Daftar Blog Saya

Label

Minggu, 19 September 2010

pai pui chapt 4 (the last)

‘Masihkah ada waktu bagiku untuk memberanikan diri memberinya sepotong pai blueberry buatan tanganku sendiri?’
Pai Pui chapt. 4
-‘(review) Tersenyumlah… ’-
Aku seorang siswi SMA Frutcy kelas xi sains unggulan yang diberi nama Piloupui Laftareist oleh kedua orang tuaku sekitar 16 tahun yang lalu. Dengan berbekal rasa cinta pertama yang begitu mendalam pada salah satu seniorku yang tak pernah menanggapi, aku berusaha bertahan di tengah krisis organ vital manusia. Lebih lagi sebulan lalu, saat aku diam-diam memeriksakan diri ke rumah sakit tanpa sepengetahuan siapapun, dokter memvonis bahwa aku mengidap kelainan jantung dan paru-paru yang berujung pada penyumbatan sel darah menuju ke otak. Belum cukup, aku pun menderita cedera pada lambung yang lebih dikenal dengan sebutan gastritis.
Tadi hanya sekadar review singkat tentang diriku. Kembali kita lanjutkan petualangan hidupku yang belum selesai.
Embun di pagi buta menebarkan bau basah
Detik demi detik kuhitung
Inikah saat ku pergi?
Oh,Tuhan kucinta dia. Berikanlah aku hidup
Takkan kusakiti dia, hukum aku bila terjadi
Aku tak mudah untuk mencintai
Aku tak mudah mengaku kucinta
Aku tak mudah mengatakan aku jatuh cinta
Senandungku hanya untuk cinta
Tirakatku hanya untuk engkau
Tiada dusta, sumpah kucinta
Sampai ku menutup mata
(Acha,OST.Heart)
Kuawali hariku dengan mendoakanmu
Agar kau slalu sehat dan bahagia di sana
Sebelum kau melupakanku lebih jauh
Sebelum kau meninggalkanku lebih jauh
Kutakpernah berharap kau kan merindukan keberadaanku
Yang menyedihkan ini
Ku hanya ingin bila kau melihatku
Kapanpun di mana pun
Hatimu kan berkata seperti ini
Pria inilah yang jatuh hati padamu
Pria inilah yang kan slalu mengawasimu
Aha,,yeah,,aha,,yeah
Begitu para raper coba menghiburku
….
(SO7)
Kedua lagu itu menjadi favoritku. Sangat mengena pada kisahku. Begitu mendalam bagiku. Aku yang telah terpuruk oleh rasa sayang yang teramat sangat hingga Amat pun tak dapat menandinginya.
Seakan ribuan jarum menghujam tubuhku, aku merasakan sakit yang begitu menyiksa. Hanya satu orang yang menghantui pikiranku, Erlan senpai. Dengan bayangan dirinya, aku berjuang keras untuk menahan derita ini. Berusaha untuk tetap bertahan demi menyampaikan rasa sayangku pada Erlan senpai.
Kucoba untuk melawan waktu yang terasa semakin singkat. Akhirnya kuputuskan untuk segera memberi sinyal pada Erlan senpai karena sungguh ku tak tau sampai kapan ku kan bertahan.
“Arai, Sheena, menurut kalian aku harus gimana?”
“Wah, kalau kamu udah buntu banget, kenapa gak sama Riyu senpai aja sih? Lagian tu anak kayaknya suka ama kamu,” Arai menanggapi dengan raut serius.
Tersenyum, Sheena pun angkat bicara,”Bener juga tuh, Pui. Gak ada salahnya kamu membuka peluang buat Riyu senpai. Sedih rasanya ngeliat kamu gini terus. Kalo sama Riyu senpai, pasti kamu gak cemberut terus. Lagian, dia tuh orangnya asyik.”
“Kalian aja sono, jadian ama tuh tupai jelek. Merusak keturunan aku kalo harus sama dia. Ih, amit-amit dah…Aku tuh udah nganggep dia sodara aku. Ya nggak mungkinlah..” kucoba menepis saran celaka itu.
“Gak tau, ah….Pusing mikirinnya,” kuakhiri percakapan singkat kami di gerbang sekolah itu.
Aku mulai mencoba membuat teka-teki untuk mengetahui anggapan serta perasaan Erlan padaku. Semua itu kuawali dengan meminta temanku meminjamkan bukunya untukku tanpa ia tau siapa yang menginginkannya. Cukup 2 malam.
Gak tau kenapa, aku ketagihan saat mendengar betapa penasarannya Erlan pada sang pemuja rahasia yang tak lain adalah diriku sendiri. Aku tak membiarkan temanku itu memberi tau Erlan senpai bahwa akulah yang meminjam buku itu.
“Kamu tuh misterius banget buat dia,” Viqie menceritakan segala reaksi Erlan senpai.
“weiz…hebat dumz aku. Mau Bantu aku lagi? Nih…” secarik kertas terukir namanya dengan indah. Aroma kertas itu begitu mirip dengan semerbak parfum yang menjadi cirri khasku.
Penasaran siapa aku?
Clue : aku selalu dikelilingi oleh aroma rerumputan.
Petunjuk itu tak lupa kucantumkan dalam secarik kertas yang kutitipkan lagi pada Viqie. Apa aku cukup misterius?
Selanjutnya, tepatnya sehari setelah itu, di hari Valentine. Aku menitipkan bingkisan kado berbungkus kertas merah yang kuselipkan lagi sebuah petunjuk untuknya. Aku ingin membuatnya lebih dan lebih penasaran lagi padaku.
Masih belum tau aku siapa?
Clue : cari pasangan dari gantungan kunci ini. Hanya aku yang punya. Sepasang yang kita miliki hanya ada satu di seluruh dunia ini.
Terus terang, aku mengharapkan respon baik darinya. Kuingin Erlan menyukaiku bukan karena aku menyukainya, tapi karena dia emang suka sama aku. Aku gak mau Erlan senpai mau jadi pasanganku karena aku yang menginginkannya, tapi aku benar-benar berharap bahwa itu semua memang keinginannya.
Memang kedengarannya terlalu perfectionis. Semua terasa semakin sulit. Aku tak ingin permainan ini segera berakhir karena aku sangat menikmatinya. Tapi apalah dayaku saat aku dipaksa untuk mengakhirinya oleh suatu hal yang tak dapat kuhindari.
“Aku udah usaha buat kasi tau dia. Moga aja dia ngerti. Tinggal nunggu waktu deh ntar dianya gimana…” sungguh besar rasa terima kasihku pada Arai.
“Pui yang sabar ya. Coba terus buat ungkapinnya lewat gerak-gerikmu. Cia you!!” Sheena pun tak kalah dukungan padaku.
Di tengah upacara bendera, kurasakan sesuatu yang aneh. Batinku mulai tak tenang. Perlahan pandanganku mulai kabur. Akh, hanya gelap yang dapat kulihat. Sayup-sayup aku masih dapat mendengar histeris para siswa di sekelilingku.
Lama sekali rasanya aku terkurung di ruang hampa ini. Aku pun tak dapat merasakan apa-apa di tubuhku. Setidaknya aku masih bisa mendengar suara-suara yang meskipun tak begitu jelas, namun tetap membuatku tenang.
Sakit sekali rasanya. Berkali-kali jarum suntik dan sengatan listrik memaksa masuk ke kulitku. Ingin aku berteriak sekencang-kencangnya. Tapi tak satu kata pun mampu kuucapkan.
Entah berapa lama aku terjebak dalam dunia yang gelap gulita ini. Kutelusuri setiap sudut yang dapat kuterawangi. Aku tetap tak tau kenapa aku tak dapat melihat apapun di sini. Tubuh ini pun belum berhasil kugerakkan.
Ada yang menyentuh tanganku.
“Pui, ayolah. Kamu pasti bisa bertahan…”seseorang berusaha mengajakku bicara, disinyalir sebagai suara Arai dan Sheena.
“Iya, Pui. Kamu tuh harapan semua orang. Gimana kelas, dunia dan kehidupan kami tanpamu?” aku kenal suara yang satu ini, Funarth.
“Pui….” Tak salah lagi ini adalah tangisan Uci.
Usahaku mengangkat kedua kelopak mataku tak sia-sia. Pandanganku berpendar pada semua orang di sekelilingku. Oh, senangnya! Ada Erlan senpai di sampingku. Kudengar semua orang di ruangan mulai bersorak sorai gembira.
“Pui udah sadar!!”
“Aku tau kamu bisa..!!”
Senyum. Itu hal pertama yang kulemparkan pada Erlan senpai yang tampak sedang menyeka air matanya. Dia duduk tepat di samping tempat aku terkulai lemas. ‘Apa dia sungguh mengkhawatirkan aku?’
“Pssstt, Erlan senpai udah dua mingguan ini nungguin kamu,” Uci berbisik padaku.
“Hue? Udah selama itu aku di sini?”
“Iya. Kamu tuh tiba-tiba pingsan pas upacara kemarin,” Sheena dengan tampang sedihnya menjelaskan.
“Wow, hebat. Lama banget aku pingsan,” kagum.
“Bodoh! Bukan saatnya buat ngagumin kejadian itu. Semua orang panic, tau! Nih, aku bawain pai blueberry yang ada krim strawberry kesukaan kamu. Diamakan, ya?” weleh..weleh…, Erlan senpai angkat bicara. Tampaknya dia sangat khawatir padaku. Hanya senyum yang mampu kuberikan untuknya.
Blsst!! Gelap lagi? Oh, tidak…Tapi yang kali ini terasa berbeda. Tubuhku ringan! Aku pun dapat melihat kembali. Tapi mereka semua histeris. Anehnya lagi aku merasa kalau mereka ada di bawahku. Jangan-jangan…
“Pui, kamu jangan pergi! Aku masih belum sempat bilang kalo aku juga suka sama kamu. Pui, jangan tinggalin kami semua…” waduh…Erlan senpai menangis…”aku tau kalau yang membuat semua teka-teki itu untukku…” ia melajutkan untaian katanya.
Kulihat Rex berjalan mendekat, lalu memeluk aku yang di bawah.
“Aku belum minta maaf sama kamu. Kumohon, aku gak rela kamu pergi..” dia juga menangis.
Aku sadar apa yang terjadi. Aku kini telah meninggalkan segala yang kumiliki. Ternyata yang merenggutnya adalah virus leukimia yang telah mencapai tingkat stadium 4. dan pahitnya, aku tak mampu bertahan lebih lama karena organ tubuhku pun mengalami gangguan yang cukup kronis.
Tujuanku kini adalah sebuah kehidupan abadi. Suatu saat di mana aku tak lagi merasakan dunia. Yang tampak kini sebuah gerbang megah benderang di hadapanku. Dua malaikat menggiringku untuk melangkah masuk menuju pengadilan terakhir.
“Erlan senpai udah telat ngucapinnya. Aku sekarang harus pergi. Aku gak bisa balik lagi. Senpai udah telat. Selamat tinggal. Maafin aku,ya…Kuharap kau akan tetap tersenyum untukku. Ayo, tersenyumlah….” dan jangan lupa bungkuskan kue pai tadi untukku. Aku khawatir di dunia berikutnya gak ada kue pai blueberry. Hehe…
~ Tamat ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar